Cerita, mengenai ayam jago ternyata tidak berhenti di tempat latihan saja. Ia juga erat dengan dunia ramal-meramal. Terutama kalau mendekati saat-saat latihan tarung untuk menjajal kebolehannya. Dari sini orang baru tahu kalau si ayam itu tenyata juga membawa keberuntungan dan kesialan.
1. Angka Sial
Kata yang punya cerita, orang-orang Jawa Kuno, soal keberuntungan dan kesialan itu bisa diramal jauh-jauh hari. Sehingga, bagi masyarakat Jawa, soal memantang sesuatu pada hari-hari tertentu, misalnya bepergian, mengadakan hajat, menentukan bentuk rumah, dan juga menarungkan ayam jago kesayangannya juga adalah hal yang biasa. Memang, soal ini, bersumber dari waktu, yaitu, hari yang jumlahnya tujuh dan pasaran yang jumlahnya lima.
Entah bagaimana sejarahnya, hari dan pasaran, dijadikan sumber untuk hal itu lalu diberi angka neptu. Barangkali, untuk memudahkan menentukan untung sial tersebut, yang caranya dengan menghubung-hubungkan angka-angka yang dipakai hari dan pasaran, sehingga ketemulah angka yang bisa ditafsirkan. Di bawah ini dikemukakan angka neptu yang dipakai untuk penghitungan keberuntungan atau kesialan.
Hari Neptu Pasaran Neptu
Minggu 5 Kliwon 8
Senin 4 Legi 5
Selasa 3 Pahing 9
Rabu 7 Pon 7
Kamis 8 Wage 4
Jumat 6
Sabtu 9
Dari jumlah neptu hari dan pasaran, akan bisa ditemukan angka keberuntungan dan kesialan, yang dicari sebagai berikut (sambil melihat daftar di atas) :
Minggu (5) + Pon (7) = 12
atau
Rabu (7) + Pon (7) = 14
Angka keberuntungan, yang rupanya sudah disepakati oleh kebanyakan orang untuk menarungkan ayam jago, adalah 10, 12, 14 dan 17. Jadi, kalau dalam penjumlahan itu hasilnya ternyata di luar angka keberuntungan ini, maka lebih baik menunda latihan tarung ayam.
Angka sial (yang ternyata lebih banyak jumlahnya) adalah angka 7, 8, 9, 11, 13, 15, 16 dan 18. Kalau kita mendapat angka penjumlahan yang sial ini, jelas latihan tarung harus ditunda. Salah satu contoh penemuan angka sial ialah seperti berikut ini :
Senin (4) + Legi (5) = 9
atau :
Minggu (5) + Kliwon (8) = 13
2. Kemujuran
Ciri ayam jago juga erat kaitannya dengan pembicaraan kita ini. Biasanya ciri ini dihubungkan dengan “lawan” dari jago yang dilatih. Kalau misalnya angka keberuntungan ada pada kita, tetapi dari perhitungan ciri, jago kita “asor” maksudnya (lebih rendah derajat atau mutu kemujurannya), maka sudah barang tentu latihan tidak bisa diteruskan. Ciri itu sendiri, kalau jago dilihat dari kelasnya, bisa digolongkan menjadi tiga kelas. Menurut warna bulunya, kelas satu wiringkuning, kelas dua wiringgalih, dan kelas tiga jragem (hitam mulus). Sedangkan menurut warna kakinya. Kelas satu berkaki kuning, kelas dua berkaki putih, dan kelas tiga berkaki hitam biru. Di bawah ini hanya menyoroti dari segi warna kaki saja. Sebagaimana hari dan pasaran mempunyai angka neptu, kaki juga mempunyai angka nilai.
Kaki kuning, mempunyai nilai 9
Kaki putih, mempunyai nilai 7
Kaki hitam, mempunyai nilai 5
Nilai kaki ini kemudian dijumlah dengan neptu hari dan pasaran, hasil penjumlahan dibagi tiga. Kalau hasil pembagian bersisa satu, nasib jago jatuh pada kutuk (anak ayam); kalau bersisa dua nasib jago jatuh pada kuwuk (kucing pemakan ayam); dan bersisa tiga jatuh pada beluk (burung pemakan binatang)/ khusus untuk istilah “bersisa tiga” ini, juga mengandung artihabis dibagi (tidak ada sisa).
Jadi kalau nasib ayam jatuh pada kutuk, maka ayam akan dikalahkan oleh lawannya bernasib kuwuk atau beluk, karena kutuk itu lebih “asor” derajatnya. Demikian pula kuwuk lebih “asor” daripada beluk. Ini artinya, melatih ayam jago, paling tidak memilih nasib yang jatuh pada kuwuk, tetapi akan lebih baik lagi kalau nasib ayam jago jatuh pada beluk yang terajatnya lebih tinggi dari semuanya.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta, nasib diartikan sebagai : apa yang terjadi pada seseorang sudah ditentukan oleh-Nya. Jadi nasib merupakan suatu misteri karena menyangkut nama-Nya. Tetapi karena manusia mendapatkan anugerah akal yang melimpah ruah, maka ia pun juga menjadi banyak akal. Dalam pemikirannya ia bertanya, kalau manusia memiliki nasib yang sudah barang tentu tak mungkin dielaknya, kenapa ayam jago tidak ? Begitulah kira-kira awal dari pencarian nasib ayam jago. Di sini, seperti yang sudah-sudah, pencarian juga masih bersumber dari angka neptu hari dan pasaran, tetapi hanya ditambah dengan nilai dan ciri. Cara mencarinya adalah sebagai berikut :
Misalnya latihan tarung pada Minggu Legi. Maka bisa kita lihat, jago mana yang bernasib baik pada hari khusus itu.
Minggu (5) + Legi (5) + Kaki kuning (9) = 19
Jumlah yang terakhir ini menurut rumus, dibagi tiga dan hasil akhirnya = 6 bersisa 1. Dengan demikian jago berkaki kuning untuk hari ini nasibnya jatuh pada kutuk. Jadi bertarung pada hari itu nasibnya akan “asor”. Sebaliknya pada hari yang sama, nasib jago berkaki putih lebih mendingan.
Kaki putih nilainya 7
Dijumlahkan dengan neptu hari dan pasaran di atas hasilnya menjadi 17. Dibagi tiga = 5 bersisa 2. Akan tetapi, ternyata nasib yang paling baik akan dipunyai oleh jago berkaki hitam biru (walaupun tergolong kelas tiga)
Kaki hitam biru, nilainya 5
Dijumlahkan dengan neptu hari dan pasaran di atas, hasilnya menjadi 15. Dibagi 3 = habis (0) atau tak bersisa. Tetapi ini juga bisa ditafsirkan sebagai 15 dibagi 3 = 4 bersisa 3.
Dengan begitu, jago ini yang basibnya bersisa 3, pada hari Minggu legi jatuh pada beluk. Ini artinya, jago tersebut bernasib lebih baik jika dibanding dengan teman-temannya yang berkaki kuning atau putih.
Begitulah, kalau kita ingin menemukan hari baik untuk ayam jago. Kita bisa mengotak-atiknya sendiri, lalu meramalkan sendiri, dan akhirnya juga tinggal membuktikan sendiri benar tidaknya setelah latihan tarung. Tentu saja, itu semua juga dipengaruhi oleh pemeliharaan yang baik. Hari baik dan pemeliharaan baik saling mendukung.
Sumber : http://www.ngasih.com/2014/08/12/yang-aneh-aneh-dari-ayam-jago/#ixzz3XPh1G823
Tidak ada komentar:
Posting Komentar